Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lonjakan kasus Covid-19 kembali menghantam dunia usaha. Di dalam negeri, mobilitas masyarakat diperketat. Sedangkan di sejumlah negara, penutupan (lockdown) kembali diberlakukan.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani mengatakan, kondisi saat ini sudah jauh dari ideal sehingga semakin menyulitkan pelaku usaha untuk mempertahankan kinerja. Apalagi, untuk pelaku usaha yang berorientasi pada pasar domestik.
Sebab, dalam kondisi saat ini hampir bisa dipastikan permintaan pasar secara agregat akan terkontraksi secara signifikan karena pengetatan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). "Kontraksi ini akan lebih parah bila pandemi semakin tidak terkendali dan tekanan untuk melakukan lockdown total dituruti pemerintah," kata Shinta saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (27/6).
Di sisi lain, syarat dan ketentuan dari kebijakan PPKM diperketat tidak memungkinkan pelaku usaha di zona merah untuk mencapai kinerja yang optimal. Padahal, zona merah umumnya merupakan sentra ekonomi dan pusat produksi nasional. Alhasil, pada kondisi ini pelaku usaha pun tidak punya banyak opsi untuk mengupayakan normalisasi atau peningkatan kinerja.
Baca Juga: Respons asosiasi sejumlah industri terkait merebaknya varian delta di Indonesia
Shinta menjelaskan, strategi yang dilakukan pelaku usaha untuk menahan penurunan kinerja dalam kondisi saat ini sangat tergantung pada orientasi pasar dan jenis industrinya. Untuk yang berorientasi ekspor, perusahaan masih bisa mengatur strategi dengan cara shift work dan produksi 24 jam sesuai ketentuan protokol yang berlaku.
Namun untuk pelaku usaha yang berorientasi pasar domestik, strategi terbatas pada perubahan pendekatan penjualan (marketing) dari offline ke online, transisi skema kerja WFO-WFH apabila industrinya memungkinkan, atau strategi alih produksi untuk mempertahankan kinerja dengan memaksimalkan demand pasar yang masih ada.
"Ini sebetulnya sudah banyak dilakukan pelaku usaha sejak tahun lalu sehingga kami tahu strategi ini pun ada batasnya dan tidak akan bisa maksimal mempertahankan kinerja selama demand pasar domestik masih tertekan. Jadi sebagian pelaku usaha malah kembali tutup sementara demi mempertahankan modal," terang Shinta.
Dampak kondisi saat ini serupa dengan krisis ekonomi sistemik yang mana pasar, sektor riil dan investasi tidak dapat memiliki kinerja yang positif karena penurunan tingkat kepercayaan terkait pandemi dan pembatasan yang dilakukan. Dalam kondisi seperti ini, kegiatan ekonomi hanya bisa disokong oleh pengeluaran atau belanja pemerintah.
Oleh sebab itu, idealnya pemerintah kembali memberikan stimulus konsumsi berupa buffer dalam bentuk social safety net. Selain itu, stimulus produktif misalnya dalam bentuk pelonggaran pemberian kredit kepada pelaku usaha sektor riil yang mengalami kontraksi. Lalu, stimulus belanja pemerintah yang bersifat produktif seperti belanja infrastruktur skala besar dalam jangka pendek-menengah untuk menstimulasi pergerakan ekonomi domestik hingga ekonomi pulih sepenuhnya.
Hal terpenting, penyebab utama krisis yakni penyebaran virus covid-19 harus dihilangkan secara paralel dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. "Kalau tidak, kerusakan sistematik pada ekonomi nasional akan terus terjadi dan beban stimulus-stimulus pemerintah menjadi membengkak karena harus digelontorkan lebih lama," tegas Shinta.
Apalagi, stimulus-stimulus yang diperlukan masyarakat dan dunia usaha hanya bisa dilakukan jika pemerintah memiliki kemampuan finansial yang cukup. Hal itu pun tampaknya tidak mudah lantaran kondisi debt to GDP Indonesia pada akhir tahun lalu sudah naik hampir 10% dalam setahun, karena beban menggelontorkan stimulus-stimulus sejak tahun lalu.
"Karena itu, kami menyarankan pemerintah lebih fokus mengendalikan penyebaran pandemi dan fokus merekonfigurasi anggaran yang sudah ada untuk menstimulasi ekonomi domestik secara produktif," ujar Shinta.
Hal itu dapat dilakukan dengan percepatan investasi infrastruktur, kemudahan pencairan kredit bagi sektor riil dan UMKM atau quantitive easing, pembiayaan ekspor, dan reformasi struktural untuk mengoreksi beban-beban usaha administratif dan non-administratif yang masih tidak efisien.
Selain itu, penting juga untuk memastikan kelancaran pemberian stimulus bantuan sosial kepada masyarakat yang membutuhkan, supaya kebutuhan social safety net masyarakat kelas menengah-bawah bisa terpenuhi.
"Sehingga Indonesia tidak terganggu dengan potensi peningkatan konflik sosial (social unrest) yang hanya akan semakin memperlambat upaya pemulihan ekonomi nasional," imbub Shinta.
Sebagai ungkapan terimakasih atas perhatian Anda, tersedia voucer gratis senilai donasi yang bisa digunakan berbelanja di KONTAN Store.
Strategi dan harapan pelaku usaha di tengah lonjakan kasus Covid-19 - Kontan
Klik Disini Lajut Nya
No comments:
Post a Comment