Pemerintah telah memutuskan untuk kembali memperpanjang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berlevel Jawa-Bali hingga 16 Agustus 2021. Sebelumnya, pelaku bisnis terutama UMKM sudah banyak yang mengibarkan bendera putih karena situasi bisnis yang sulit.
Di tengah himpitan virus COVID-19, banyak pelaku usaha yang terpukul karena kesulitan mengeruk pendapatan namun tetap wajib mengeluarkan beragam biaya salah satunya untuk tenaga kerja. Efisiensi karyawan dianggap jalan keluar oleh pelaku bisnis di tengah kondisi sulit, walaupun pemerintah meminta tidak ada PHK di masa pandemi.
"Waktu gelombang pertama pandemi, hampir seluruh dari klien kita yang di Jawa terutama Jabodetabek sudah hampir 70 sampai 80 persen habis. Habis ini dalam arti rata-rata hanya sanggup menjaga cash flow tanpa ada revenue maksimum di enam bulan, apalagi di situasi sekarang sudah lebih dari dua tahun cukup berat dengan strategi yang diterapkan pemerintah kita sebutnya setengah kopling PPKM 3,4,2 1 artinya ekonomi diharapkan bisa tetap hidup, tapi kesehatan tetap jadi utama. Ketika entrepreneur dihadapkan posisi memilih tentunya mereka akan mengambil keputusan yang paling masuk akal dan paling cepat bisa dilakukan," ujar VP Organisation ICSB Tibiyani Muhammad dalam acara d'Mentor detikcom, Rabu (11/8/2021)
Pria yang akrab disapa Cak Tibi mengungkapkan dalam kondisi sulit pandemi dengan pembatasan gerak manusia ada solusi untuk bisa bertahan. Caranya dengan mengubah bisnis model dari usaha kalian khususnya di bidang kuliner
"Bisnis model diubah sebisa mungkin menjadi sentral dapur, sementara outlet-outlet lain yang tidak digunakan dapur sentral hanya disisakan satu dua orang untuk melayani delivery karena pilihan bisnis kuliner hanya delivery enggak ada lagi opsi dine in, walaupun sebenarnya tidak semua menu bisa delivery contohnya seafood. Ini bisa dipilih agar brand tetap eksis karena untuk hidupkan brand susahnya minta ampun," tutur Cak Tibi.
Cak Tibi menjelaskan kalaupun tidak pemilik usaha tidak ada posisi tawar untuk melakukan efisiensi karyawan, lantaran hanya memiliki satu outlet di bidang usaha kuliner. Maka pemilik usaha harus turun tangan dengan memimpin unit usaha bersama sisa karyawan yang ada.
"Jadi dia harus turun memberi contoh memberi semangat dengan pasukan tersisa untuk bisa menjaga garda terdepan. ini kalau tinggal satu outlet. Tapi kalau outlet banyak, dapur listrik, gas dan lain-lain ini harus di konsolidasi menjadi satu terpusat itu komponen kedua. Komponen ketiga ini tentunya menurunkan fix cost yakni biaya sewa lakukan negosiasi ulang. Jadi butuh keberanian bahwa kondisi kita sedang tidak baik-baik saja, karena itu fix cost yang harus segera di negosiasi kepada teman-teman pemilik ruko," papar Cak Tibi.
Selain itu Cak Tibi katakan kondisi pandemi memaksa pemilik usaha untuk mengubah bisnis model ke digital, tidak hanya di bidang kuliner tetapi juga pakaian atau konveksi baju. Selain memanfaatkan sosial media dan market place, bisa juga dengan menggunakan aplikasi pesan seperti whatsapp bisnis.
"Cara paling ampuh dengan mengaktifkan whatsapp menjadi whatsapp bisnis, tentunya teman-teman di Tanah Abang punya kontak list pelanggan. Di setiap kontak list itu tolong di konversi menjadi whatsapp bisnis, sehingga bisa meletakkan produk profil di whatsapp bisnis kemudian broadcast aja. Intinya toko punya nomor telepon whatsapp pelanggan, pelanggan menyimpan nomor telepon toko, sehingga ada komunikasi dua arah. Memang tidak semua pelaku usaha di fashion punya keahlian fotografi, tetapi saya rasa dengan segala keterbatasan saya rasa itu bisa, memang penjualan akan turun. Tapi setidaknya ada ruang untuk bisa mendapatkan setiap hari 50 ribu, seratus ribu cuan hingga satu juta cuan," pungkas Cak Tibi.
(edo/gah)Live! d'Mentor: Pilih Karyawan Atau Selamatkan Usaha - detikFinance
Klik Disini Lajut Nya
No comments:
Post a Comment