Cukup mudah bagi masyarakat Mojokerto untuk bisa menikmati menu khas warung angkringan. Karena keberadaannya tempat nongkrong ala Jogja itu sudah menjamur baik di wilayah kota maupun kabupaten. Meski kental dengan nuansa Kota Gudeg, namun suguhannya kini lebih bervariasi dengan disesuaikan selera Mojokerto.
Menilik ke belakang, awal kemunculan angkringan di Mojokerto berlangsung kisaran tahun 2014 lalu. Ahmad Saifulloh, warga Kelurahan Surodinawan, Kecamatan Prajurit Kulon menjadi salah satu pelaku usaha kopi yang mengawalinya. Sekitar 5 tahun yang lalu, dia berinisiasi untuk membuka warung kopi dengan nuansa baru, yakni dengan mengusung konsep angkringan. ’’Awalnya memang mengadopsi angkringan Jogja untuk kami bawa ke Mojokerto,’’ tuturnya.
Selain ciri khas gerobak dorong angkringan, suguhan menu yang disajikan juga diolah dengan bahan masakan khas Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Baik dari jenis minuman wedhang dan kopi jos yang disuguhkan bersama arang panasnya.
Baca juga: Bupati Beber Ciri Fisik Rokok Ilegal
Tak ketinggalan, sego kucing serta aneka baceman yang identik dengan angkringan juga masuk dalam daftar menu wajib kudapan. Meskipun, diakui Saiful bahwa membutuhkan waktu untuk mengenalkan makanan dan tempat nongkrong khas Jawa Tengah itu. ’’Seperti baceman itu kan rasanya dominan manis, jadi kurang cocok dengan selera orang Mojokerto. Termasuk nasi kucing, waktu awal-awal dulu malah dikira ketan,’’ tandasnya.
Seiring berjalannya waktu, Saiful melakukan penyesuaian pada menu yang disajikan. Terutama pada olahan sego kucing yang diberi sentuhan rasa Jawa Timuran. Di antaranya, dengan sambal yang akrab dengan dengan lidah orang Mojokerto pada umumnya. Termasuk, dengan menambah varian penganan agar pembeli lebih banyak pilihan sesuai selera.
Meski begitu, hal tersebut tetap tak meninggalkan ciri khas dari angkringan. Baik dari sisi porsi dan kemasan sego kucing, hingga penyajiannya minuman yang semuanya diracik dengan resep khusus ala angkringan.
Lambat laun, angkringan pun mulai naik daun. Karena sudah dikenal dan diterima masyarakat Mojokerto. Bahkan, dirinya sempat membuka sekitar 9 angkringan yang tersebar di Kota Mojokerto. Angkringan menjelma menjadi alternatif jujukan tempat nongkrong yang dikenal murah dan merakyat. ’’Karena angkringan juga memiliki ciri khas dengan ngemper atau mangkal di depan pertokoan atau di pinggir jalan,’’ tandasnya.
Meski peluang usaha angkringan cukup menjanjikan, namun trennya masih dinilai fluktuatif. Karena sekitar periode 2018, keberadaannya perlahan mulai meredup. Karena tak sedikit pelaku usaha yang terpaksa gulung tikar.
Penasihat Paguyuban Waroeng Kopi dan Angkirngan Mojokerto ini menambahkan, kini roda usaha angringan di Mojokerto kembali berputar. Sejak pandemi 2020 lalu, banyak pelaku usaha angkringan bergeliat lagi. Dan, kondisi itu berlangsung hingga saat ini. Usaha angkringam menjamur di jalan-jalan protokol Kota Mojokerto. Salah satunnya di kompleks perniagaan Jalan Mojopahit Kota Mojokerto. Akhir-akhir ini, sepanjang ruas Jalan RA Basuni utara, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto juga menjadi destinasi wisata kuliner dengan berjajar angkringan.
Saiful menyatakan belum bisa memprediksi apakah tren ini akan berlangsung sementara seperti grafik beberapa tahun ke belakang atau justru menjadi peluang usaha yang berkelanjutan. ’’Fenomena angkringan di Mojokerto ini apakah hanya efek kejut atau bisa sustainable itu bisa diketahui nanti saat pandemi tetap melandai. Kalau tidak ada pembatasan aktivitas masyarakat, tentu ini bisa menjadi peluang usaha yang cukup menjanjikan dan berkelanjutan,’’ pungkas Saiful. (ram/fen)
Antara Tren dan Peluang Usaha Berkelanjutan - Radar Mojokerto
Klik Disini Lajut Nya
No comments:
Post a Comment