Jatuh Bangun Modal Usaha
©2022 Merdeka.com
Yuli mengaku awalnya menjalankan bisnis dengan modal pinjaman. Selama itu pula, Yuli mengaku tak pernah berkah. Pendapatan selalu habis untuk membayar utang. Kesalahan manajemen keuangan membuat Yuli kini enggan menggunakan uang pinjaman sebagai modal usaha.
"Teteh ini korban riba, jadi trauma. Jalani bisnis jadi tertekan karena dituntut harus membayar utang," ungkapnya.
Tak ingin terjerat riba, selama 2 tahun dia berusaha melunasi utang-utang. Memulai bisnis dengan modal sendiri. Bermodalkan Rp 500.000, bisnis makanan ringan ini dirintisnya kembali. Setiap keuntungan yang didapat dijadikan modal usaha. Hanya sebagian yang diambil untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Hingga suatu hari ada seseorang yang menawarkan investasi untuk menambah modal. Tidak banyak suntikan modal yang diberikan, hanya Rp 1,5 juta. Tambahan modal tersebut menjadi angin segara bisnis Yuli. Keduanya sepakat membagi keuntungan 70:30, 70 persen keuntungan masuk ke kantongnya, dan 30 persen untuk pemodal.
Sayangnya, invetasi tersebut tidak bertahan lama. Sang investor yang merupakan mahasiswa menarik invetasi karena dana tersebut akan digunakan untuk kepentingan sekolah.
"Ya mau tidak mau kan harus dikembalikan. Jadinya kita menggunakan modal yang ada dan terbatas," kata dia.
Saat ini selain memasarkan produknya, Yuli juga mencari-cari peluang investasi. Dia banyak menawarkan kerja sama dengan pihak lain untuk memberikan permodalan. Sudah ada pengusaha asal Surabaya yang mulai melirik dan berniat untuk menyuntikkan dana.
Minimnya modal membuat omset menjadi turun. Kini setiap bulan dia hanya mengantongi keuntungan Rp 3 juta - Rp 4 juta. Diakui Yuli, manajemen keuangannya sempat kacau waktu itu. Pendapatan seringkali bercampur dengan keuangan rumah tangga.
Dari berbagai pelatihan yang dikuti, Yuli mulai berbenah. Uang pendapatan hasil jualan tidak dicampur dengan keuangan rumah tangga. Setiap keuntungan yang didapat kini digunakan untuk membeli barang modal. Mengingat selama ini saat produksi hanya menggunakan peralatan yang ada di dapur pribadinya.
"Keuntungannya ini belum ngumpul, karena setiap ada untung Teteh beli gas kemarin, beli alat potong untuk keripik. Pokoknya kalau ada lebihan diputar lagi buat modal," kata dia.
Ibu dari 3 anak ini masih memiliki mimpi besar untuk bisnis kulinernya. Selain sering ikut pameran atau bazar, produk makanan ringan Ya'zaen tengah didaftarkan untuk diekspor keluar negeri. Tak hanya itu, Yuli juga ingin memiliki gerai dan rumah produksi sendiri.
Selama menjalankan bisnisnya, dia mengaku tidak lagi memiliki ruang tamu di rumahnya. Ruang tamu telah disulap menjadi ruang produksi. Dia meyakini dengan memiliki rumah produksi sendiri, bisnisnya makin lancar karena bisa mendapatkan sertifikat halal. Sebab salah satu persyaratan untuk mendapatkannya, harus memiliki rumah produksi yang terpisah dengan rumah tinggal.
"Sertifikasi halal ini belum diurus, karena Teteh masih belum PD (percaya diri) soalnya belum punya rumah produksi sendiri," kata dia.
Selain itu, dia juga ingin lebih banyak memiliki reseller yang membantu menjual produk olahan Ya'zaen. Agar produk yang terjual makin banyak dan lebih luas, tidak hanya di Purwakarta dan sekitar Jawa Barat.
Baca juga:
Rumah Kemasan Jadi Solusi UMKM Tingkatkan Daya Jual ke Konsumen
Menkop Teten Minta UMKM Bergabung dalam Koperasi agar Mudah Dapat Pembiayaan
Ketua OJK Target 30 Persen Kredit Perbankan Disalurkan ke UMKM di 2024
Presiden Jokowi: UMKM Jadi Komponen Penting dalam Memulihkan Perekonomian
Menhub Budi Jadikan Bandara Sultan Thaha Jambi Tempat Promosi Produk UMKM
Kembangkan UMKM dan Kawasan Heritage, Kantor Pos Medan Akan Diubah Jadi Pos Bloc
Menko Luhut di Pembukaan Gernas BBI 2022: UMKM Tulang Punggung Ekonomi RI
Jatuh Bangun Pengusaha Salon Beralih Kembangkan Usaha Keripik di Purwakarta | merdeka.com - Merdeka.com
Klik Disini Lajut Nya
No comments:
Post a Comment