JAKARTA, KOMPAS — Selain fasilitas pendanaan, keberhasilan pengembangan usaha program perhutanan sosial juga memerlukan pendampingan dari berbagai pihak. Pendampingan tidak hanya untuk meningkatkan kelas kelompok perhutanan sosial, tetapi juga membuka akses kerja sama di bidang permodalan maupun usaha.
Direktur Utama Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) Djoko Hendratto menyampaikan, salah satu fokus BPDLH saat ini, yaitu dana reboisasi yang berkorelasi terhadap rehabilitasi lahan dan hutan di tingkat tapak. Penyaluran anggaran ini juga bertujuan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
”Fasilitas dana merupakan salah satu mandat yang dapat digunakan untuk menjaga akses hutan yang telah diberikan. Melalui fasilitas dana bergulir, intensitas komunikasi antara masyarakat pemegang akses dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bisa tetap terjaga,” ujarnya dalam webinar tentang peluang pembiayaan dalam mendukung pengembangan usaha perhutanan sosial, Senin (6/3/2023).
Sampai saat ini, KLHK telah mendistribusikan akses hutan kepada sejumlah pihak termasuk masyarakat melalui perhutanan sosial seluas 5,3 juta hektar dari target total 12,7 juta hektar. Realisasi hingga tahun 2022 tersebut telah diberikan untuk mendukung kehidupan lebih dari 1 juta keluarga melalui 11.000 kelompok perhutanan sosial.
Pendampingan untuk pengembangan usaha perhutanan sosial bukanlah skema pendanaan yang gratis. Namun, masyarakat tetap harus mengembalikan fasilitas pembiayaan tersebut secara teratur.
Djoko menyatakan, capaian perhutanan sosial tersebut perlu terus dijaga. Ia pun memastikan, BPDLH akan selalu mendukung KLHK melalui pengelolaan berbagai pendanaan lingkungan yang dititipkan sesuai aturan yang berlaku.
Menurut Djoko, keterlibatan pendamping dan pegiat perhutanan sosial menjadi salah satu kunci keberhasilan pemberian akses tersebut. Guna menjaga keberadaan aset perhutanan sosial itu, perlu juga pendampingan pembiayaan atau fasilitas dana bergulir.
Pendampingan untuk meningkatkan kelas kelompok perhutanan sosial juga diperlukan mengingat pengelolaan dana bergulir tersebut memiliki instrumen yang spesifik dan intensif. Upaya pendampingan ini melibatkan sejumlah pihak mulai dari pengelola koperasi simpan-pinjam hingga sektor swasta, yakni perbankan.
Baca Juga: Tingkatkan Nilai Tambah Produk Perhutanan Sosial
Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) KLHK Bambang Supriyanto mengatakan, masyarakat di sekitar lokasi hutan memang kerap memiliki pengetahuan atau kearifan lokal dalam mengelola kawasan hutannya masing-masing.
Meski demikian, Bambang menyebut, tata kelola usaha perhutanan oleh masyarakat tetap perlu transformasi, khususnya untuk melihat pasar dan aspek permodalan. Oleh karena itu, peran pendamping sangat penting untuk membuka akses kerja sama di bidang permodalan ataupun usaha dengan pemasok kebutuhan industri (offtaker).
Sampai sekarang KLHK juga terus meningkatkan kapasitas pendamping perhutanan sosial di berbagai daerah hingga mencapai 1.510 orang. Mereka akan dibagi untuk mendampingi 1-4 kelompok perhutanan sosial. Setiap pendamping juga memberikan laporan digital secara berkelanjutan.
Tiga aspek
Secara umum, pendampingan dilakukan sebelum dan sesudah persetujuan pengelolaan perhutanan sosial. Pendampingan sesudah persetujuan pengelolaan dilakukan melalui tiga tata kelola untuk aspek kelembagaan, kawasan, dan usaha.
Dalam aspek kelembagaan, pendamping akan memperkuat pelaku perhutanan sosial agar tertib administrasi. Kemudian pendamping juga bertugas mengembangkan usaha dari hulu ke hilir sekaligus menilai kelayakan usaha tersebut dalam mendapat peluang pendanaan bergulir.
”Pelaku perhutanan sosial harus dibimbing dan dilatih untuk berbagai luas kawasan ataupun komoditas. Masalah feasibility (kelayakan) ini dibantu BPDLH atau perbankan sehingga usaha yang dikembangkan benar-benar menjanjikan dan menyejahterakan,” kata Bambang.
Baca Juga: Asosiasi Diharapkan Atasi Kendala Pengelolaan Perhutanan Sosial
Bambang mengingatkan, pendampingan untuk pengembangan usaha perhutanan sosial bukanlah skema pendanaan yang gratis. Namun, masyarakat tetap harus mengembalikan fasilitas pembiayaan tersebut secara teratur. Proses pengembalian pembiayaan ini perlu dilakukan secara kolektif melalui kelembagaan atau koperasi.
”Sekarang, pada tahun 2023, kita sudah dipaksa oleh negara untuk melihat dampak dari perhutanan sosial terhadap transaksi ekonomi dan bagaimana kontribusi terhadap produk domestik regional bruto di wilayahnya. Oleh karena itu, sistem monitoring terhadap perkreditan ini bisa dicatat dalam nilai ekonomi perhutanan sosial,” tuturnya.
Pengembangan Usaha Perhutanan Sosial Perlu Pendampingan - kompas.id
Klik Disini Lajut Nya
No comments:
Post a Comment