Bisnis.com, JAKARTA – Perekonomian Indonesia masih menghadapi risiko perlambatan seiring dengan masih tingginya ketidakpastian di global.
Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani menyampaikan bahwa ekonomi global masih dibayangi oleh risiko resesi sejalan dengan laju inflasi yang tinggi dan tensi geopolitik yang belum juga surut.
Di sisi domestik, dia mengatakan bahwa kemungkinan terjadinya resesi sangat kecil, tercermin dari permintaan domestik yang telah menguat sejak kuartal III/2022.
Namun, Indonesia yang menghadapi tahun politik di tahun ini akan menjadi salah satu tantangan bagi perekonomian. Meski risiko Pemilu terhadap perekonomian cenderung terbatas, Aviliani mengatakan bahwa pemerintah tetap harus memastikan terjaganya stabilitas bagi dunia usaha, terutama dalam rangka mendorong investasi.
“Apakah ini menjadi risiko benturan? Kecenderungan benturan itu lebih rendah dibandingkan Pemilu dua periode yang lalu, jadi tidak terlihat dampak menjelang pemilu yang membuat orang takut berinvestasi, namun memang yang harus diyakinkan adalah policy harus berkesinambungan,” katanya dalam Diskusi Publik Tantangan Ekonomi di Tahun Pemilu, Kamis (2/3/2023).
Menurutnya, pemerintah harus memberikan kepastian, terutama dari sisi kebijakan. Pasalnya, investor cenderung berhati-hati terutama pada periode menjelang Pemilu.
“Jadi seharusnya visi misi itu tidak selalu berbeda dari setiap presiden, tetapi bagaimana melanjutkan program yang sudah ada, ini yang mungkin perlu diyakinkan sehingga investasi tetap ada,” tuturnya.
Di sisi lain, Aviliani menyampaikan bahwa Pemilu akan turut mendorong peningkatan konsumsi masyarakat, namun secara umum belum berperan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Hal ini tercermin dari dua periode Pemilu sebelumnya, di mana pertumbuhan ekonomi tetap tercatat baik. Pada 2014 pertumbuhan ekonomi mencapai 5,01 persen dan pada 2019 pertumbuhan mencapai 5,02 persen.
Pada tahun ini pun, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan mencapai kisaran 4,8 hingga 5,1 persen, melambat dari tahun lalu yang mencapai 5,31 persen.
“[Di tahun politik ini] yang harus diatasi adalah kesenjangan. Pertumbuhan ekonomi bisa tinggi, tapi yang berkontribusi kelompok menengah ke atas. Kelompok bawah meski ada bansos namun harus ada pemberdayaan. Jangan sampai pertumbuhan ekonomi tinggi tapi kesenjangan semakin tinggi,” jelasnya.
Sejalan dengan itu, Aviliani mengatakan bahwa tren penyaluran kredit pada saat menjelang Pemilu cenderung turun, sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang melambat. Hal itu terlihat pada pertumbuhan kredit pada 2014 dan 2019 yang tidak setinggi tahun sebelumnya.
Oleh karena itu, menurutnya, kebijakan pemerintah pada tahun ini juga perlu difokuskan pada sisi permintaan untuk mendongkrak penyaluran kredit. Pasalnya, sektor keuangan di Indonesia lebih bersifat demand following.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Tantangan Masih Berat, Pemerintah Diminta Jamin Stabilitas Dunia Usaha di Tahun Politik - ekonomi.bisnis.com
Klik Disini Lajut Nya
No comments:
Post a Comment