MEDAN, KOMPAS — Para pedagang pakaian bekas impor di Medan, Sumatera Utara, waswas dengan bergulirnya kembali larangan impor pakaian bekas. Sumatera Utara selama ini menjadi pintu masuk dan pasar besar untuk pakaian bekas. Para pedagang menyebut punya pasar sendiri sehingga tidak mudah alih usaha ke pakaian baru.
”Kami jelas menolak larangan itu karena kami hidup dari pakaian bekas. Saya sudah lebih dari 20 tahun berjualan pakaian bekas untuk menghidupi keluarga,” kata James Pasaribu (42), pedagang pakaian bekas di Pasar Simalingkar, Medan, Rabu (22/3/2023).
Pasar Simalingkar merupakan salah satu pasar besar yang menjual pakaian bekas impor di Medan yang biasa disebut monza. Menurut James, ada 150-200 kios yang berjualan pakaian bekas di pasar itu. Pasar besar lainnya adalah Pasar Sambu, Pasar Melati, dan Pasar Monza Sukaramai.
James mengatakan, mereka tidak terkejut mendengar larangan impor pakaian bekas. Wacana larangan itu selalu bergulir, bahkan sejak ia baru berjualan di sana awal tahun 2000. Saat ada wacana larangan impor, barang biasanya semakin langka dan mahal. Namun, seiring waktu akan kendur kembali.
James mengatakan, para pedagang menolak larangan menjual pakaian bekas tersebut karena merupakan mata pencarian mereka. ”Kami juga tidak mudah beralih menjual pakaian baru karena sudah punya segmen pasar sendiri yang memilih pakaian murah, tetapi kualitasnya bagus,” ucapnya.
James menjual pakaian bekas, seperti celana panjang, celana pendek, dan jins dengan harga Rp 25.000 sampai Rp 100.000 per potong. Ia bisa menjual rata-rata 10 potong per hari.
Baca juga: Impor Baju Bekas Matikan UMKM
Pedagang lain di Pasar Simalingkar, Tawanurut Tarigan (55), mengatakan, perdagangan pakaian bekas di Sumut punya jaringan penjualan yang sangat besar. ”Kalau tiba-tiba ditutup, berapa puluh ribu rakyat yang kehilangan mata pencarian,” ujarnya.
Tawanurut menyebut, pakaian bekas dalam bentuk ballpress (pakaian dalam karung goni) masuk secara ilegal melalui perairan Tanjung Balai Asahan di pesisir timur Sumut. Dari sana, ballpress dikirim ke Medan, Jakarta, Bandung, dan sejumlah kota di Indonesia.
Di Tanjung Balai juga ada Pasar TPO, yakni pasar besar yang khusus menjual ballpress dalam partai besar. Truk-truk besar biasanya mengantre memuat dan mengangkut ballpress dari pasar itu. ”Kami biasa belanja dari Tanjung Balai atau dari tauke besar di Medan,” kata Tawanurut.
Tawanurut mengatakan, mereka menyadari kalau pakaian bekas itu masuk secara ilegal sehingga tidak membayar pajak atau bea kepada negara. Namun, kata dia, mereka sudah terbiasa melihat oknum petugas atau aparat datang ke rumah tauke besar untuk meminta ”setoran”, khususnya di daerah Kota Tanjung Balai.
Tawanurut sendiri menjual blazer, jas, dasi, dan rompi yang dijual Rp 50.000 sampai Rp 100.000 per potong. Ia juga bisa menjual 10-15 potong per hari. ”Anak-anak saya semuanya bisa sekolah hingga kuliah dari jualan baju bekas ini,” katanya.
Orang tidak akan datang ke Pasar Simalingkar kalau untuk membeli baju baru.
Tawanurut mengatakan, di musim tertentu, mereka akan memburu ballpress berisi bra bekas dari Jepang. Satu karung harganya Rp 15 juta. Bra tersebut diburu oleh ibu-ibu karena merupakan keluaran merek-merek ternama. Jika mendapat merek bagus, mereka bisa menjual Rp 100.000 hingga Rp 150.000 per potong.
Selain di pasar, banyak juga pedagang yang membuka lapak daring di media sosial atau berdagang di rumahnya. Sahrina Saragih (61) datang ke Pasar Simalingkar untuk memilih jaket, jas, dan kaus untuk dijual secara daring. ”Dari jualan daring, saya biasanya mengirim barang-barang ke daerah Kalimantan,” ujarnya.
Tawanurut dan Sahrina juga menyebut tidak mudah beralih menjual pakaian baru buatan lokal karena sudah punya segmen pasar sendiri. ”Orang tidak akan datang ke Pasar Simalingkar kalau untuk membeli baju baru,” kata Tawanurut.
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Teten Masduki, Selasa (21/3/2023), mengatakan, pemerintah menyiapkan solusi dari larangan impor pakaian bekas, yakni dengan membantu peralihan menjual pakaian baru buatan dalam negeri.
”Kami menyiapkan alih usahanya. Saya sudah bertemu dengan UKM-UKM lokal. Mereka sudah siap mengisi celah itu. Saat ini, UKM lokal tidak bisa bersaing karena produk ilegal (pakaian bekas impor) murah, enggak bayar pajak, dan lain sebagainya,” ujarnya.
Baca di: Pemerintah Sodorkan Solusi bagi Penjual Baju Bekas Impor
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut Abyadi Siregar mengatakan, langkah pemerintah yang justru berfokus melarang perdagangan pakaian bekas di hilir tidak tepat. ”Pihak yang harus bertanggung jawab adalah instansi-instansi yang menyebabkan pakaian bekas bisa diselundupkan ke Indonesia,” katanya.
Abyadi menyebut, tidak ada pakaian bekas yang diimpor. Pakaian bekas itu diselundupkan dari luar negeri ke perairan di Indonesia melalui pantai timur Sumut. Praktik ini disebut sudah berjalan puluhan tahun dan tentu diketahui instansi-instansi yang bertanggung jawab untuk mencegah penyelundupan.
Pedagang Pakaian Bekas Impor di Sumut Sebut Tak Mudah Alih Usaha - kompas.id
Klik Disini Lajut Nya
No comments:
Post a Comment